Pantai Segara, terletak di kawasan Sanur, Bali Timur, lebih dari sekadar destinasi sunrise ikonik. Dikenal dengan ombak tenang dan pasir putih keemasan, pantai ini menyimpan warisan sejarah kolonial, ritual budaya yang masih hidup, dan inisiatif konservasi modern. Dari peninggalan purba hingga kuliner autentik, berikut eksplorasi mendalam tentang "permata tenang" yang menjadi saksi bisu perkembangan Bali.
Pantai Segara membentang di Desa Sanur, Kabupaten Denpasar, sekitar 20 menit dari Bandara Ngurah Rai. Berbeda dengan pantai selatan yang ramai, aksesnya melalui Jalan Danau Tamblingan yang dipenuhi galeri seni dan kafe vintage. Parkir tersedia di sepanjang pantai (Rp5.000 untuk motor, Rp10.000 mobil). Uniknya, jalur pedestrian sepanjang 5 km (Pantai Segara Walk) dibangun di atas bekas jalur kereta api Belanda tahun 1910-an, dengan rel besi tua yang masih terlihat di beberapa titik.
Pantai Segara adalah saksi penting dalam sejarah Bali:
Pelabuhan Belanda (1920-an): Bekas dermaga kayu di ujung timur pantai digunakan untuk ekspor kopi dan ternak.
Prasasti Belanjong (914 M): Prasasti tertua di Bali yang ditemukan di Pura Blanjong, dekat pantai, bertuliskan aksara Sanskerta dan Bali Kuno.
Pendaratan Jepang (1942): Titik strategis invasi Jepang ke Bali, dengan bunker pertahanan yang masih tersisa di balik Pura Segara.
Pasir Pantai Segara memiliki keunikan:
Pasir Vulkanik-Koral: Campuran material Gunung Agung dan serpihan karang Porites lobata, menghasilkan warna keemasan saat tersinari matahari pagi.
Batu Karang Fosil: Di zona timur, terdapat formasi karang mati berusia 1.200 tahun, bekas permukaan laut purba yang terangkat.
Bioluminescence "Biru Misterius": Saat malam bulan baru, plankton Noctiluca scintillans menyala biru kehijauan di air dangkal.
Setiap tahun, umat Hindu Bali menggelar Upacara Melasti di Pantai Segara untuk menyucikan diri. Prosesi unik yang jarang diketahui:
Penggunaan Keris Pusaka: Pemangku membawa keris sakral ke laut untuk "diberkahi" oleh Dewa Baruna.
Tarian Sanghyang Dedari: Tarian trance oleh dua gadis kecil di atas pasir, dipercaya memanggil roh penjaga pantai.
Di sisi barat, Pura Segara berdiri dengan arsitektur campuran Bali-Jawa, menggunakan batu karang alami sebagai altar.
Sanur Reef Restoration Project: Transplantasi karang jenis Acropora millepora pada struktur besi berbentuk stupa.
Bank Sampah "Kertalangu Segara": Sampah plastik ditukar dengan kerajinan dari serpihan kaca laut (5 kg sampah = 1 lukisan pasir).
Program "Satu Sunrise, Satu Pohon": Pengunjung diajak menanam mangrove dengan donasi Rp20.000/pohon.
Bunker Jepang Tersembunyi: Terowongan bawah tanah peninggalan Perang Dunia II di belakang Pura Blanjong.
Pantai Karang Kelelawar: Area berbatu di timur yang menjadi tempat istirahat kelelawar pemakan buah (Pteropus vampyrus).
Pasar Seni Subuh: Pasar tradisional di Jalan Danau Buyan yang hanya buka pukul 05.00–07.00, menjual kerajinan dari kayu jati bekas perahu.
Sate Lilit Sanur: Daging ikan marlin dibumbui base genep dan kelapa sangrai, dibakar di arang kayu mangga.
Nasi Campur Bali Kuno: Nasi dengan lawar kerang, sambal matah bunga kamboja, dan ayam betutu daun salam, dijual di Warung Made Jro.
Es Daluman Segara: Minuman detoks dari rumput laut Gracilaria dan gula aren, disajikan dengan es batu berbentuk ikan.
Abrasi Pantai: Kehilangan 1–1,5 meter garis pantai per tahun.
Polusi Cahaya: Lampu hotel mengganggu penetasan penyu sisik (Eretmochelys imbricata).
Inisiatif warga:
Pemasangan Geobag Ramah Lingkungan: Kantong pasir daur ulang untuk mengurangi abrasi.
"Dark Hour" Sanur: Matikan lampu pantai pukul 20.00–21.00 setiap Sabtu untuk konservasi penyu.
Waktu Terbaik: April–September pukul 05.30–07.00 untuk sunrise dan hindari keramaian.
Aktivitas Wajib: Bersepeda santai di jalur pedestrian sambil menikmati mural sejarah Bali.
Etika Budaya: Hindari berfoto dengan pose tidak sopan di area ritual dan pura.
Kontribusi Lingkungan: Donasi Rp15.000 di pos masuk untuk program restorasi karang.